Peristiwa
ini kami alami pada bulan Februari tahun 2006 menjelang perayaan hari
raya Iedul Adha. Kami pulang kampung untuk menyembelih hewan korban.
Kami putuskan membeli wedhus sebagai hewan kurban. Dua hari menjelang hari raya aku berkeliling bersama istri mencari wedhus, pikir ku dapat wedhus yg gedhe dgn duit pas-pasan. Aku berhenti di “toko swalayan” khusus menjajakan wedhus di pinggir jalan. Ku tawar seekor kambing merk benggala
warna putih yang amat besar. Tawar menawar berlangsung alot akhirnya
tidak putus karena waktu itu budgetku pas-pasan. Sewaktu aku pamit undur
dan meminta maaf karena tidak jadi beli. Aku putuskan cari kambing di
tempat lain saja; tiba-tiba nggak ada sebab apa-apa si kambing yang tadi
ku tawar ngamuk. Nyeruduk sana sini ditundukkan oleh yang jaga malah
semakin ngamuk. Hingga akhirnya talinya putus. Kambingnya lari
mengejarku, yg sedang menghidupkan mobil pik up bosok kesayangan. Sampai
dekat pintu mobil, kambing tiba-tiba berhenti, lalu diam dan tenang.
Kambing mengembik lirih, tapi kulihat matanya berkaca-kaca mengeluarkan
air, saat itu istriku berkata lirih;
“maaf ya dhus…duitku nggak cukup buat membelimu, mudah-mudahan kamu dibeli orang lain dan hidupmu bermanfaat untuk manusia. Dengan cara itu, mudah-mudahan kamu dapat pengampunan hukuman dari Tuhan. Dagingmu akan bermanfaat buat makan orang-orang yang hidupnya kekurangan. Jangan ngamuk ya, pasti ada orang lain yang akan menyempurnakan hidupmu”.
Aneh,
kambing itu diam dan sepertinya memperhatikan ucapan istriku. Aku
berfikir, mata kambing itu sepertinya bukan mata binatang, tapi
memancarkan aura mata manusia. Tanpa ditarik lagi oleh yang punya
kambing itu berbalik arah menuju kandang penampungan di tepi jalan.
Aku dan istri melanjutkan keliling, menuju ke desa-desa, ketemu seorang
penggembala yang memiliki banyak domba. Ku pilih salah satu yang paling
besar, gemuk dan memenuhi syarat. Sesampai di rumah desa, domba kuberi
makan dedaunan, rumput dan kusediakan air mentah untuk minum. Sehari
berlalu, hingga tengah malam si domba kok tidak mau makan
rumput, maupun dedaunan dan tidak mau minum juga. Perutnya tampak sampai
lengket. Aku khawatir kalau-kalau domba itu sakit. Padahal besok
paginya akan disembelih. Malam kian larut, waktu itu aku ketiduran
sekitar jam 24.00. Kira-kira jam 02.00 aku terbangun oleh suara
sayup-sayup tangisan seseorang. Arahnya dari tempat domba yang kutaruh
di samping rumah. Istriku bilang coba cermati, sesungguhnya itu suara
domba kita. Aku keluar rumah, lalu duduk di teras sambil mengamati si
domba. Domba itu menatapku tajam, diam. Karena sejak kemarin domba itu
tidak aku ikat dan kubiarkan saja bebas berkeliaran, lalu si domba
melangkah menghampiriku yang duduk mengamatinya di teras depan rumah. Si
domba berhenti melangkah namun matanya menatap mataku, penuh iba,
lagi-lagi tampak keluar air mata hingga meleleh air mata si domba.
Wah..benar-benar menangis domba ini. Tapi apa maksudnya, aku coba
mencerna. Aku cermati rumput, dedaunan, air semuanya utuh tak ada yang
berkurang. Berarti domba ini bener-bener mogok makan, pikirku. Aku
meninggalkan domba itu lalu kembali masuk ke rumah lalu tidur lagi. Jam
04.30 aku terbangun, lagi-lagi mendengar suara tangisan yang asalnya
mengarah pada domba di samping rumah. Istriku menyuruh keponakan untuk
memberi makan kambing dengan nasi putih. Kebetulan di rumah ada sisa
martabak, digunakan sebagai lauknya. Nasi dengan lauknya martabak
menjadi secobek besar penuh. Di tambah satu panci rantang teh hangat
manis. Semua menu makanan diberikan ke si domba. Ponakanku kaget,
“loh..ternyata si domba doyan makan nasi dengan lauk dua potong
martabak. Nasi segitu banyaknya dilalap sebentar langsung habis tak
bersisa. Berikut teh manis serantang juga langsung disruput sampai
habis. Aku suruh ponakan membuatkan kopi pake panci rantang pula. Lalu
diberikan lagi ke si domba. Benar saja kopi manis itu diminum juga
hingga tinggal sisa kurang dari 1/4 rantang. Paginya setelah shalat ied,
tukang jagal datang ke rumah untuk memotong hewan korban. Tepat jam
09.00 si domba sudah dipotong lalu daging dibagi-bagi ke tetangga
kiri-kanan. Selesai.
SOSOK MISTERIUS
Malam
harinya, ketika itu kami ada di kamar bersama istri sedang bersantai
sambil nonton tv, kira-kira jam 18.30 wib. Tiba-tiba ada yang mengetuk
pintu jendela kamar. Tok..tok..tok..! Siapa ya ?
Hening…nggak ada jawaban. Istriku minta supaya jendelanya dibuka saja,
karena ada seseorang yang datang. Aku langsung buka jendela kamar..kaget
sekali ! Aku lihat sosok laki-laki misterius. Suasana agak remang,
dalam penglihatanku hanya wujud bayangan tubuh seorang lelaki seperti
siluet. Kira-kira tingginya 155 cm badannya agak kurus, mengenakan
pakaian zaman dahulu. Ia mengenakan ikat kepala warna hitam. “Kamu siapa, ada apa datang kemari
?” tanyaku kepada sosok misterius itu. Lho..ternyata ia bisa menjawab
dalam bahasa Jawa yang biasa digunakan kira-kira dua abad yang lalu,”..saya terimakasih sekali, akhirnya mendapat pengurangan siksa (Tuhan), saya mau melanjutkan “perjalanan”. Kamu siapa ? sosok misterius itu menjawab,”saya yang sudah disembelih tadi pagi, saya anaknya
….(sosok misterius itu menyebutkan nama laki-laki dan perempuan,
mungkin orang tuanya). Aku agak kaget, ia menyebutkan nama orang tuanya
dengan nama-nama yang sudah tidak lazim dipakai untuk orang zaman
sekarang. Aku tanya sekali lagi,” rumahmu dulu di mana ?”, ia tak menjawab, hanya menggelengkan kepala. Sosok
misterius itu lalu menundukkan badan sebagai bahasa isyarat untuk mohon
pamit dan terimakasih. Plass…hilang ! Ya Tuhan, ampunilah dosanya. Lepaso parane jembaro kubure. Aja parang tumuleh terusna lampahmu !
REINKARNASI (Hukuman Tuhan) ?
Aku
berfikir..apakah ini yang dinamakan reinkarnasi ? ataukah bukan
termasuk reinkarnasi, melainkan bentuk siksaan Tuhan atas dosa dan
kesalahannya sewaktu hidup di dunia dulu ? Ataukah reinkarnasi itu juga
merupakan salah satu bentuk hukuman Tuhan ? Tapi ada satu
hal yang saya ingat dengan apa yang dulu diceritakan eyang-eyang ku,
bahwa orang yang mengalami reinkarnasi, yang diingat hanya siapa orang
tuanya, dan apa saja dosa-dosanya dulu waktu masih hidup di dunia hingga
sekarang mendapat hukuman seperti itu. Ataukah ini juga yang disebut siksa kubur, atau kah ini maksudnya bangkit dari kubur dengan rupa-rupa “wajah” atau wujud sesuai perbuatannya dulu.
Saya
jadi teringat, tetangga saya 5 tahun yang lalu pernah memiliki seekor
anjing yang tiap senin dan kamis berpuasa. Mungkinkah anjing itu
berpuasa senin-kamis sebagai bentuk permohonan ampunan kepada Tuhan ?
Eyang saya dulu punya burung perkutut yang berpuasa setiap hari kamis
kliwon dan sabtu pahing. Usia perkututnya sampai 60 tahun turun temurun 3
generasi. Waktu itu tahun 1992 eyang dari Solo maringke
perkutut kepada kami. Kami heran, karena eyang bilang kalau burung
perkutut itu tidak usah repot diambil ke Solo. Biar burungnya saja yang
pergi sendiri ke Jogja. Aneh tenan…masak manuk iso mabur dewe teka omahku ? Saya tertawa terpingkal karena…eyang bilang besok hari Jumat Legi perkutut yang ku paringke kamu, mau berangkat ke Jogja sendiri.
Kami hanya diminta menyiapkan sangkarnya saja, dan pintu sangkarnya
agar dibuka. Eh..tau-tau Jumat Legi malam hari si perkutut itu sudah
datang hinggap di ranting taman belakang rumah, lalu hinggap dan masuk
sendiri ke dalam sangkar. Nyai..nyai Beja !
KU SAKSIKAN DENGAN MATA KEPALA SENDIRI,
KEBESARAN TUHAN BEGITU DEKAT DI DEPAN MATA
Dari
kisah di atas, kami berfikir dan bisa merasakan langsung BETAPA rahasia
ilmu Tuhan itu benar-benar Mahaluas. Kami mersa sebagai manusia amat
kecil bak butiran debu yang tiada artinya. Jasad ku, kemampuanku,
kebisaanku, pengetahuanku, sungguh kerdil, bak pungguk yang berjalan
ngesot. Hanyalah amal kebaikan kita saja yang dapat memenuhi jagad
bumi ini. Itupun masih belum ada setets air laut dibanding Ilmu Tuhan
Mahabesar ! Duh Gusti…ampunilah hamba Mu ini. Tiada kata-kata yang
pantas terucap, kecuali ucapan rasa syukur atas segala anugrah dan
rahmatMu ya Tuhan. Tiada perbuatan yang layak kulakukan
lagi, kecuali harus beramal kebaikan pada sesama sebagai wujud syukur
ku yang paling nyata kepadaMu, Gusti Ingkang Akarya Jagad. Semakin ku
kagumi Engkau, semakin merasa kecil dan bodoh aku, lalu semakin kutakuti
pula Engkau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar